Minggu, 03 Juni 2012

Hak Atas Kekayaan Intelektual


Jurnal Hak Atas Kekayaan Intelektual

Abstrak
HKI adalah hak yang timbul sebagai akibat dari manusia karya tindakan kreatif menghasilkan inovatif yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Sebagai hak eksklusif, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual pada mulanya merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh Negara bagian ide atau hasil karya warga negaranya, dan karena itu hak atas Kekayaan Intelektual adalah kenegaraan fundamental teritorial. Pengakuan Hak Kekayaan Intelektual perlindungan di sebuah Negara tidak berarti perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Negara lain. Pelaksanaan ketentuan mengenai Hak Kekayaan Intelektual telah dilaksanakan tetapi belum maksimal hal ini disebabkan karena persepsi masyarakat yang beragam di satu sisi banyak yang menganggap HKI belum diperlukan karena akan membatasi seseorang untuk berbuat baik kepada sesama manusia, tetapi ada juga orang yang sudah mulai menyadari pentingnya HKI sehingga berusaha melindungi HKI dalam hal ini adalah Hak Cipta dan Merek Dagang Hak. Namun dalam pelaksanaan HKI ada juga kendala yang menyertai system pemasaran yang belum baik, sering mengubah-ubah bahwa motif serta modal terbatas dan sumber daya manusia.


Pendahuluan

Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil lebih
memberikan leluasa gerak dari usaha kecil. Pada pasal 12/1995
Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan usaha
sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (1) huruf f dengan menetapkan
Peraturan Perundang-Undangan dan Kebijakan untuk:
1). Menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan dengan
mengupayakan terwujudnya sistem pelayanan satu atap;
2). Memberikan kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan.
Di bidang Perkoperasian Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian, pasal 61 menyebutkan antara lain: “Dalam upaya
menciptakan dan mengembangkan iklim kondusif yang mendorong
pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
1). Memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada
Koperasi;
2). Meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi
Koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri;
3). Mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan
antara Koperasi dengan badan usaha lainnya;
4). Memberdayakan Koperasi dalam masyarakat.
Perkembangan perdagangan dunia internasional yang semakin
cepat, menuntut kesepakatan dan komitmen terhadap pengurangan
segala hambatan-hambatan perdagangan dunia internasional di berbagai
aspek tetapi menjunjung tinggi azas legalitas yang telah disepakati
bersama.

Pembahasan
Arti penting HaKI adalah :
1. “Sebagai suatu sistem, HaKI sebagai sarana pemberian hak kepada
pihak-pihak yang memenuhi persyaratan dan memberikan perlindungan
bagi para pemegang hak dimaksud; dan
2. HaKI adalah alat pendukung pertumbuhan ekonomi sebab dengan
adanya perlindungan terhadap HaKI akan terbangkitkan motivasi

Tujuan sosialisasi dibidang HaKI adalah untuk meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat mengenai sistem HaKI nasional maupun
internasional termasuk dalam hal merek.
Faktor Mempengaruhi Mendapatkan HaKI
1). Permohonan Dan Biaya HaKI
Persyaratan pengajuan permohonan untuk mendapatkan
HaKI telah ditetapkan oleh Departemen Hukum Dan HAM Cq.
Direktorat Jenderal HaKI. Baik untuk permohonan Paten maupun
Merek.
Permohonan administrasi sebagai berikut:
- Pemohon langsung mengajukan permohonan kepada Dirjen
HaKI di Jakarta.
- Mengoreksi salah atau benar permohonan oleh Ditjen HaKI
melalui Tim.
- Permohonan ditolak Ditjen HaKI, untuk perbaikan cukup
memakan waktu.
- Pembayaran biaya permohonan, rekening nomor 311928974
BRI Cabang Tangerang atas nama Direktorat Jenderal HaKI.
- Kantor Wilayah (Daerah) atau pejabat yang ditunjuk,
membubuhkan tanda tangan dan stempel pada permohonan
diterima.
Kiat-Kiat Peningkatan Pemanfaatan HaKI
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) sudah
seharusnya dapat meningkatkan pemanfaatan penggunana HaKI
oleh koperasi, usaha kecil dan menengah. Memberikan peran yang
luas pada Kanwil Hukum Dan HAM didaerah (dinas didaerah)
antara lain :
(1). Pemberian penyuluhan bersama dinas terkait secara kontinu.
(2). Permohonan yang disampaikan koperasi, usaha kecil dan
menengah melalui Kanwil Hukum Dan HAM di daerah
(dinas daerah), segera dikirim kepada Direktorat Jenderal
HaKI di Jakarta, untuk disahkan.
(3). Bagi daerah pemohon yang tinggal dipedesaaan jauh dari
Jakarta (luar Jawa), administrasi pemohon dijamin tidak
mengalami kekeliruan.
(4). Biaya permohonan, biaya lain-lain, besar biayanya ditinjau
kembali.


Kesimpulan
a.     Implementasi Hak Kekayaan Intelektual pada Industri batik di Pekalongan belum sepenuhnya dapat diterapkan, hal itu dikarenakan basis dari usaha batik di Pekalongan sebagian besar adalah kalangan industri rumah tangga, disamping itu pemahaman mereka akan hak kekayaan intelektual masih sangat kurang.
b.     Dalam implementasi HKI khususnya pada industry batik banyak menemui kendala, kendala yang banyak muncul seperti sistem pamasaran, trend mode, modal dan sumber daya manusia.
c.     Persepsi kalangan usaha batik pekalongan akan pentingnya HKI selama ini masih belum menyeluruh bagi sebagian pihak ternasuk golongan “wong kaji”, mereka percaya bahwa rejeki sudah ada yang mengatur, tetapi banyak kalangan pengusaha batik yang sudah menyadari akan pentingnya HKI, karena bagi mereka HKI membawa manfaat dan mendatangkan keuntungan yang berlipat-lipat.


Sumber
Nama Anggota:
  •     Birilakbar Ryanifian (21210423)
  •    Chalida Fathia (21210546)
  •    Dinar Tri Anggraini (22210069)
  •     Rizchi Ramadhan (28210922
  •     Yulianti (28210754)

Hukum Perjanjian


Abstraksi
Hukum perjanjian sering disama artikan dengan hukum perikatan hal ini berdasarkan konsep dan definisi dari kata perjanjian dan perikatan .Pada dasarnya perjanjian adalah Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.
Pendahuluan 
Hukum Perjanjian Ialah Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Terdapat 2 asas dalam hukum perjanjian ini yaitu Asas Terbuka dan Asas Konsensualitas. Memuat berbagai macam unsure yang mendukung adanya Hukum Perjanjian.Selain itu Hukum Perjanjian dapat terhapus oleh suatu hal-hal tertentu.
Pembahasan
Asas dalam Hukum Perjanjian
1.Asas Terbuka
v  Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar UU,  ketertiban umum dan kesusilaan.
v  Sistem terbuka, disimpulkan dalam pasal 1338 (1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”
 2.Asas Konsensualitas
v  Pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Asas konsensualitas lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata.
Asas Konsensualitas :
v  Teori pernyataan
   a. Perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan.
   b.Perjanjian lahir sejak para pihak mengeluarkan kehendaknya secara lisan dan tertulis.
Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan perjanjian dianggap telah tercapai, apabila pernyataan yang dikeluarkan oleh suatu pihak diterima oleh pihak lain.
v   Teori Penawaran
Bahwa perjanjian lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Apabila seseorang melakukan penawaran dan penawaran tersebut diterima oleh orang lain secara tertulis maka perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban secara tertulis dari pihak lawannya.
v  Asas kepribadian suatu perjanjian diatur dalam pasal 1315 KUHPerdata, yang menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.
Syarat sahnya suatu Perjanjian
v  Syarat Subyektif :
    - Sepakat untuk mengikatkan dirinya;
    - Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
v  Syarat Obyektif  :
     - Mengenai suatu hal tertentu;
     - Suatu sebab yang halal.
Unsur Perjanjian
   Aspek Kreditur atau disebut aspek aktif :
v  1). Hak kreditur untuk menuntut supaya pembayaran dilaksanakan
v  2). Hak kreditur untuk menguggat pelaksanaan pembayaran
v  3). Hak kreditur untuk melaksanakan putusan hakim.
   Aspek debitur atau aspek pasif terdiri dari :
v  1). Kewajiban debitur untuk membayar utang;
v  2). Kewajiban debitur untuk bertanggung jawab terhadap gugatan kreditur
v  3). Kewajiban debitur untuk membiarkan barang- barangnya dikenakan sitaan eksekusi.
Bagian dari Perjanjian
v  Essensialia
       Bagian –bagian dari perjanjian yang tanpa bagian ini perjanjian tidak mungkin ada. Harga dan barang adalah essensialia bagi perjanjian jual beli.
v  Naturalia
       Bagian-bagian yang oleh UU ditetapkan sebagai peraturan-peraturan yang bersifat mengatur.
      Misalnya penanggungan.
v  Accidentalia
       Bagian-bagian yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian dimana UU tidak mengaturnya.
       Misalnya jual beli rumah beserta alat-alat rumah tangga.
DIHAPUSNYA PERJANJIAN  (ps.1381 KUHPerdata)
1. Karena pembayaran;
2. Karena penawaran pembayaran;
3. Karena pembaharuan utang/novatie;
4. Karena perjumpaan utang/kompensasi;
5. Karena percampuran utang;
6. Karena musnahnya obyek;
7. Karena pembebasan utang;
8. Karena batal demi hukum atau dibatalkan;
9. Karena berlakunya syarat batal;
10. Karena kadaluarsa yang membebaskan.
Kesimpulan
Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia). Oleh karenanya, perjanjian itu berlaku sebagai suatu undang-undang bagi pihak yang saling mengikatkan diri, serta mengakibatkan timbulnya suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang atau dua pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangakaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.    
Daftar Pustaka:
staff.ui.ac.id/internal/131861375/.../FE-HUKUMPERJANJANJIAN.
Anggota Kelompok :
  • Birilakbar Ryanifian  (21210423)
  • Chalida Fathia (21210546)
  • Dinar Tri Anggraini (22210069)
  • Rizchi ramadhan (28210922)
  • Yulianti (28210754)

Perlindungan Konsumen


ABSTRAKSI
Konsumen adalah individu yang menggunakan suatu barang/jasa yang tersedia dalam masyarakat. Karena konsumen adalah pengguna barang dan jasa maka perlu adanya hukum perlindungan konsumen yang dapat menjamin kepastian hukumnya. Sebagai konsumen kita juga harus tahu alasan mengapa konsumen harus dilindungi,hak-hak konsumen,kewajiban konsumen. Konsumen juga berkaitan erat dengan para pelaku usaha, diman para pelaku usaha juga mempunyai hak serta kewajiban dalam memenuhi kebutuhan konsumennya. Pelaku usaha juga harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap para konsumnenya.

PENDAHULUAN
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Denga adanya perlindungan konsumen, konsumen akan merasa lebih aman jika ingin melakukan suatu hal yang berhubunga dalam membeli dan menggunakan barang atau jasa. Apabila konsumen merasa dirugikan oleh pelaku usaha maka pera pelaku usaha akan mendapat sanksi seperti yang terlansir dalam Undang-undang  No. 8 Tahun 1999. Adanya sanski yang di berikan kepada pelaku usaha maka pelaku usaha akan lebih memperhatikan barang yang akan di jual kepada para  konsumen.
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Konsumen
·         Menurut Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
Pasal 1 butir 2 : “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
·         Menurut Hornby : “Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa; seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang; setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”.
2.      Pengertian Perlindungan Konsumen
·         Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999, pasal 1 butir 1 : “Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen”.
·         Menurut GBHN 1993 melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993, Bab IV, huruf F butir 4a: “ … pembangunan perdagangan ditujukan untuk memperlancar arus barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan pendapatan produsen, melindungi kepentingan konsumen…”
3.      Hukum Perlindungan Konsumen
“ Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan maslahnya dengan para penyedia barang dan/ jasa konsumen”
            Jadi, kesimpulan dari pengertian-pengertian diatas adalah Bahwa Hukum Perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi para pihak yang mengadakan hubungan hukum atau yang bermasalah dalam keadaan yang tidak seimbang.
4.      Tujuan Perlindungan Konsumen
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan ini adalah :
·         Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
·         Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
·         Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
·         Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
·         Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha
·         Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen
5.      Azas Perlindungan Konsumen
Adapun azas perlindungan konsumen antara lain :
·         Asas Manfaat
Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan
·         Asas Keadilan
Partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil
·         Asas Keseimbangan
Memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual
·         Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan
                                                                         
·         Asas Kepastian Hukum
Baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
6.      Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :
·         Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
·         Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
·         Hak atas informasi yang benar
·         Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas baran dan/jasa yang digunakan
·         Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
·         Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
·         Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
·         Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
·         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
7.      Kewajiban Konsumen
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :
·         Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
·         Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
·         Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
·         Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
8.      Hak Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang perlindungan konsumen adalah:
·         Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
·         Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
·         Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
·         Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
·         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
9.      Kewajiban Pelaku Usaha
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undang-undang perlindungan konsumen adalah:
·         Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
·         Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
·         Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
·         Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku
·         Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
·         Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
·         Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
10.  Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :
·         Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
§  tidak sesuai standar yang disyaratkan
§  tidak sesuai dengan persyaratan dalam label
§  tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa
§  tidak mengikuti ketentuan produksi yang semestinya
§  tidak memasnga label, barang yang dijual rusak/cacat
·         Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa :
§  Secara tidak benar seperti barang tersebut tidak memenuhi standar mutu tereentu
§  Secara tidak benar seperti barang tersebut tidak memiliki sponsor, persetujuan dan ciri-ciri tertentu
§  Langsung/tidak langsung merendahkan barang tersebut
§  Menawarkan janji yang belum pasti
§  Dengan menjanjikan hadiah secara cuma-Cuma
·         Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai :
§  Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan
§  Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa
§  Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa
·         Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :
§  Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
§  Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
§  Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan
·         Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
·         Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan :
§  Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi
§  Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain
§  Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain
§  Menaikkan harga sebelum melakukan obral
11.  Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut:
·         Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan
·         Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
·         Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi
·         Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”
12.  Sanksi-sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen :
·         Sanski Perdata
§  Ganti rugi dalam bentuk :
v  Pengembalian uang
v  Penggantian barang
v  Perawatan kesehatan
v  Pemberian santunan
·         Sanski Pidana
§  Kurungan :
v  Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
v  Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
§  Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
§  Hukuman tambahan , antara lain :
v  Pengumuman keputusan Hakim
v  Pencabuttan izin usaha
v  Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
v  Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa
v  Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Yang di atur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia. Hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha juga telah di atur di dalam Undang-Undang. Pelaku yang melakukan kesalahan akan mendapatkan sanksi pidana atau sanski perdata.
DAFTAR PUSTAKA

Kartika S,Elsi dan Advendi.Hukum Dalam Ekonomi (Edisi II Revisi).Grasindo
Bpk. Arus Akbar Silondae, SH., L.L.M. dan Ibu Andi Fariana, S.H., M.H. Aspek Hukum dalam Ekonomi & Bisnis. Mitra. Wacana Medi
a
Anggota Kelompok :
·        Birilakbar Ryanifian  (21210423)
·        Chalida Fathia (21210546)
·        Dinar Tri Anggraini (22210069)
·        Rizchi ramadhan (28210922)
·        Yulianti (28210754)